Postingan

Menampilkan postingan dari Mei 5, 2013
BUAYA DAN BURUNG PENYANYI Buaya dan Burung Penyanyi bersahabat akrab. Hari ini mereka asyik bercakap. Burung Penyanyi bertengger di hidung Buaya. Namun beberapa saat kemudian, Buaya merasa mengantuk. Ia menguap dan membuka mulutnya lebar-lebar. Oh, Burung Penyanyi yang bertengger di hidung Buaya terpeleset masuk ke dalam mulut Buaya. Sayangnya, Buaya tidak tahu. Ia bingung mencari Burung Penyanyi yang kini tak ada lagi di hidungnya. “Aneh! Ke mana Burung Penyanyi?” gumam Buaya. “Ia pasti sedang mengajakku bercanda,” Buaya melihat ke belakang, ke ekornya. Namun burung itu tidak ada. Buaya lalu mencari Burung Penyanyi di semak-semak. Ia memasukkan moncongnya ke semak-semak di tepi sungai. Namun Burung Penyanyi tetap tidak ditemukannya. “Ke mana ia?” gumam Buaya kembali. Buaya akhirnya memejamkan mata untuk tidur. Tapi tiba-tiba terdengar senandung merdu yang keluar dari dalam dirinya. “Oh!” serunya heran. Matanya terbuka lebar. “Selama hidup, baru kali ini aku dapat bernyanyi. Wo
PUTRI TIDUR Dahulu kala, terdapat sebuah negeri yang dipimpin oleh raja yang sangat adil dan bijaksana. Rakyatnya makmur dan tercukupi semua kebutuhannya. Tapi ada satu yang masih terasa kurang. Sang Raja belum dikaruniai keturunan. Setiap hari Raja dan permaisuri selalu berdoa agar dikaruniai seorang anak. Akhirnya, doa Raja dan permaisuri dikabulkan. Setelah 9 bulan mengandung, permaisuri melahirkan seorang anak wanita yang cantik. Raja sangat bahagia, ia mengadakan pesta dan mengundang kerajaan sahabat serta seluruh rakyatnya. Raja juga mengundang 7 penyihir baik untuk memberikan mantera baiknya. “Jadilah engkau putri yang baik hati”, kata penyihir pertama. “Jadilah engkau putri yang cantik”, kata penyihir kedua. “Jadilah engkau putri yang jujur dan anggun”, kata penyihir ketiga. “Jadilah engkau putri yang pandai berdansa”, kata penyihir keempat. “Jadilah engkau putri yang panda menyanyi,” kata penyihir keenam. Sebelum penyihir ketujuh memberikan mantranya, tiba-tiba pintu is
WILLEM DAN IRENE Beratus tahun yang lalu di sebuah desa bernama Volendam yang terlatak di pesisir pantai utara Belanda, hiduplah keluarga Jansen dan keluarga Hendrik yang masing-masing memiliki anak berumur 9 tahun. Seperti sebagian besar penduduk di desa tersebut, dua keluarga tersebut mencari nafkah dengan menangkap ikan. Keluarga Jansen mempunyai anak perempuan bernama Irene dan keluarga Hendrik mempunyai anak laki-laki bernama Willem. Willem dan Irene adalah anak-anak yang rajin. Willem selalu membantu ayahnya memperbaiki jala yang rusak. Irene selalu membantu ibunya yang berjualan makanan di pinggir pantai. Suatu hari seperti biasa Willem dan Irene menunggu kepulangan ayah mereka di pinggir dermaga. Satu persatu nelayan-nelayan yang pulang melaut merapat ke pantai dan disambut keluarga mereka. Pagi sudah beranjak siang namun belum terlihat tanda-tanda kepulangan ayah mereka. “Pak, apakah bapak melihat ayah kami?” tanya Irene pada salah satu nelayan. “Oh, kami memang melihat
MAHKOTA PANGERAN TRESNA Di sebuah desa, hiduplah seorang gadis miskin bernama Jelita. Sejak kecil ia diasuh kakeknya yang buta. Kedua orang tuanya sudah lama meninggal. Setiap hari Jelita merawat kebun sayurnya yang terletak di tepi sungai jernih. Suatu hari, selesai bekerja di kebun, Jelita pergi ke sungai mencuci pakaian. Tiba-tiba ia melihat sebuah kotak terbuat dari emas. Kotak itu tersangkut di antara ranting pohon yang tumbuh di tepi sungai. “Wah, betapa beruntungnya aku!” seru Jelita riang. Ia bermaksud menjual kotak emas itu. Uangnya ingin ia pergunakannya untuk menyembuhkan mata kakeknya yang buta. Jelita bergegas pulang. Ia hendak memberitahu kabar gembira itu kepada kakeknya. Namun, tiba-tiba saja pikirannya berubah. “Astaga! Aku tidak boleh seenaknya menjual kotak emas ini. Aku harus mengembalikannya kepada si pemiliknya. Mungkin benda di dalam kotak ini sangat berarti bagi pemiliknya. Tetapi siapa, ya pemiliknya?” gumamnya. Jelita memandangi kotak emas yang terk