Ayunda Mengejar Cinta Part 2

Kriinggg…
Bel tanda masuk berbunyi, kini aku dan teman-teman sekelasku sedang sibuk dengan buku Jepang kami masing-masing, ulangan Jepang yang akan dilaksanakan pada hari ini sudah berhasil membuat murid-murid di kelasku mendadak rajin untuk sesaat. Aku yang sudah belajar sejak tadi malam tidak ada sedikitpun raut wajah panik atau tegang yang tergambar pada wajahku, begitu pula dengan Yuda yang mungkin sama halnya denganku yang sudah belajar sejak malam tadi, tidak ada sedikitpun raut wajah panik di wajah tampannya, berbeda dengan teman-temanku yang lain yang terlihat jelas bahwa saat ini mereka sedang tegang memikirkan ulangan yang akan segera di mulai beberapa menit lagi.
“Ohayou gozaimasu (selamat pagi)” ucap Sensei (yang berarti guru) Hara yang baru saja masuk ke dalam kelas dan bergegas menyimpan tas yang dia bawa, ke meja.
“Ohayu (pagi) Sensei ” Jawab kami, serempak.
“Seperti yang sudah Sensei katakan, bahwa hari ini kita akan mengadakan ulangan harian, nah sekarang tolong kalian siapkan alat-alat tulis dan simpan tas kalian di depan” Jelas Sensei Hara dengan suara yang cukup keras.
“Ya Sensei” Ucap sebagian murid-murid di kelasku, lalu kami semua menyiapkan alat-alat tulis dan menyimpan tas kami masing-masing kedepan, dan setelah itu kami segera bergegas kembali ke bangku kami masing-masing.
“Oboete kudasai (harap di ingat), Jangan ada yang menyontek, jangan ada yang berbicara, mengobrol melihat kesana kemari dan jangan ada yang berisik. Wakarimashita ka? (apa sudah mengerti)” Jelas Sensei Hara lagi, dan lagi-lagi dengan suara yang cukup keras, sambil membagikan kertas ulangan pada kami.
“Hai, wakarimashita (ya, mengerti)” Seperti biasa, jawab kami, serempak.
“Hajimemashou (mari kita mulai)” ucap Sensei Hara setelah selesai membagikan kertas ulangan pada kami semua.
“Ahh… memang benar-benar memusingkan” ucap Naina, sambil mengaduk-ngaduk bakso yang dia pesan beberapa menit lalu.
“Apanya yang memusingkan” tanyaku pada Naina.
“Ulangan bahasa Jepang ya Nai?”
“Ya” jawab Naina lemas. “Kalian tau, dari 50 soal, hanya 28 soal yang menurutku gampang dan bisa aku jawab”
“Ah, kamu sih masih mending 28 soal yang bisa kamu jawab, daripada aku hanya bisa menjawab 17 soal saja, jadi kamu tidak perlu bersedih nona Naina, lagi pula masih banyak anak-anak di kelas kita yang lebih tidak bisa dari pada kita berdua” Ujar Safira, memberi penjelasan sekaligus memberi semangat pada Naina yang tampak lemas memikirkan hasil ulangan bahasa Jepang yang akan di bagikan dua hari lagi, tepatnya hari jumat nanti.
“Makanya belajarnya jangan setengah-setengah, kalau kalian belajar sungguh-sungguh, tentu akan baik hasilnya” Ucapku, memberi nasihat pada Naina dan Safira.
“Ya Nona Ayunda” Jawab mereka berdua, serempak.
“Ya sudah, lanjutkan makannya” Lanjutku kemudian.
Setelah kami bertiga selesai menghabiskan makanan di kantin tadi, kami segera bergegas menuju kelas karena bel masuk sudah berbunyi dengan nyaringnya. Dan setelah sampai di dalam kelas tak lama kemudian Pak Yuki guru bahasa Indonesia masuk dan langsung menerangkan materi yang dipelajari hari ini.
Kringgg…
Bel tanda berakhirnya pelajaran hari ini berbunyi, semua siswa-siswi Sma Nusa Mentari berhamburan keluar kelasnya masing-masing. Aku dan kedua sahabatku masih asik membereskan buku kami yang masih berhamburan di atas meja.
“Safira, hari ini aku tidak di jemput” Ucapku pada Safira yang tengah asik menata-nata bukunya di dalam tas, lalu kemudian memandangku
“Loh kenapa” tanya Naina padaku.
“Supir pribadiku sedang pulang kampung, sedangkan Papahku pasti masih banyak kerjaan di kantornya”
“oh gitu, jadi kamu mau pulang bersamaku” Ajak Safira, sambil melempar senyum padaku.
“hehe, iya itu juga kalau kamu ikhlas”
“Tentu saja aku ikhlas, kita kan sahabat yang harus membantu satu sama lain” Jelas Safira, lalu kemudian merangkul bahuku dengan tangannya.
“Terima kasih nona Safira” Ucapku berterimakasih pada Safira yang telah mengizinkan aku untuk pulang bersama dengan mobilnya.
“Ya sama-sama” Balas Safira.
“Yuda” Teriak Naina agak sedikit di perkecil, saat kami sedang berjalan menuju gerbang sekolah.
Lalu spontan langkah kaki Aku, Naina dan Safira terhenti.
“Yuda?… kenapa?” Safira mengkerutkan kedua alisnya.
“Lihat itu” Naina menunjuk ke arah Yuda yang sedang asik mengobrol dengan seorang perempuan di parkiran sekolah.
Aku segera berbalik ke arah Yuda yang berada jauh dari tempat aku berdiri, dan setelah aku dapati Yuda yang sedang asik mengobrol dengan seorang perempuan cantik yang kelihatannya lebih muda dariku dan perempuan itu tidak menggunakan seragam sekolah yang kami kenakan, dia hanya menggunakan seragam sekolah bergaris hijau, dan tentu saja dia bukan anak Sma Nusa Mentari.
Jantungku terasa berdetak lebih cepat, sakit rasanya melihat pria yang kita cintai sedang asik bercanda, dan terlihat mesra seperti sepasang kekasih yang sedang di mabuk asmara, ya mungkin memang perempuan itu adalah kekasihnya. Dan kemungkinan besar cintaku itu bertepuk sebelah tangah. Hahh, memang benar-benar menyakitkan.
“Ayunda, kamu tidak apa-apa?” Tanya Naina mengejutkanku.
“a… ak.. aku.. aku…” Mulutku terasa susah untuk berbicara, bahkan belum sempat aku meneruskan ucapanku, aku sudah menutup wajahku dengan kedua tanganku. Kini rasanya mataku sudah mulai memanas, titik-titik bening mulai membasahi pipi.
“Ay, sudahlah, lebih baik kita pergi dari sini dan segera pulang agar kamu bisa menenangkan dirimu” Safira mengelus-ngelus bahuku, mencoba untuk menenangkanku.
“Iya Ay, ayo lebih baik kita pulang” Lanjut Naina kemudian.
Naina sudah dijemput oleh supirnya, sedangkan aku dan Safira masih menunggu jemputan di depan gerbang sekolah. Cukup lama kami menunggu, hingga akhirnya jemputan pun datang. Dan segera aku dan Safira masuk ke dalam mobil, mobil pun segera melaju.
Di dalam mobil aku hanya diam membisu tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, aku hanya sibuk memikirkan kejadian yang baru saja tampak begitu jelas di mataku. Baru pertama kali ini aku merasakan sakit hati, dan itu karena memang baru pertama kali ini aku merasakan yang namanya jatuh cinta. Aku memang tidak berhak marah pada Yuda, lelaki yang saat ini sudah membuat aku menjadi sakit hati saat melihat dia begitu mesra dan akrab dengan perempuan lain di depan mataku.
“Ayunda, jangan ngelamun” Safira mengepas-ngepaskan telapak tangannya di depan wajahku.
“Aku tidak melamun” ucapku memberi penjelasan.
“lalu, kenapa kamu diam saja? Oh atau masih kepikiran hal yang tadi” tanya Safira, mengenggam tanganku.
“tidak” jawabku singkat, sambil tersenyum, lemas.
“Ayunda, aku tau kok apa yang sedang kamu pikirkan” Ucap Safira, lebih memiringkan badannya menghadap padaku. Aku terdiam, menundukkan kepala.
“kepikiran Yuda kan?, kamu tidak perlu bersedih, atau cemburu, di sini masih ada aku dan Naina yang selalu sayang sama kamu Ay, mana Ayunda yang selalu ceria, tersenyum walau sedang ada masalah dan selalu bergembira” Safira memberi senyum padaku dan lebih erat menggenggam tanganku.
“Makasih Ra, kamu dan Naina memanglah sahabat yang terbaik bagiku” Aku tersenyum.
Aku dan Safira saling pandang dan tersenyum saling bertatapan.
Aku masih sibuk menatap selembar foto yang lekat menempel di lembaran buku diary milikku. Foto ini adalah foto Yuda yang aku ambil saat acara perkemahan di sekolahku yang di adakan 3 bulan yang lalu. Di foto itu terlihat jelas Yuda sedang memotong kayu bakar untuk di jadikan api unggun malam itu. Aku mengambil foto ini secara diam-diam menggunakan kamera digital milikku. Wajah tampannya terlihat begitu jelas.
“Aku memang tidak bisa untuk tidak mencintaimu Yuda, entah kenapa walau sudah melihatmu dengan perempuan yang kemungkinan kecil bukan siapa-siapa kamu, aku masih tetap mencintaimu” Batinku. Aku tersenyum…
“Aku akan tetap berusaha mengejar cintamu Yuda, aku bersungguh-sungguh mencintaimu” Batinku, lagi.
Aku tersenyum, terus memandang foto yang berada di genggaman tanganku, dan setelah itu aku menyimpan foto ini di tempat biasa aku simpan, di mana tidak ada seorang pun yang tau.
“Ayunda” Suara mamah, memanggilku.
“Iya mah, ada apa?”
“Makan malam” Mamah membuka pintu kamarku, dan segera menghampiriku.
“Ayunda sudah makan mah” Aku berbohong pada mamah.
“Kapan?” tanya mamah.
“Tadi mah, tadi waktu mamah sedang ke rumah tante lili”
“Benar kamu sudah makan”
“Iya mah, benar”
“Ya sudah kalau gitu, jangan lupa belajar yah”
“Iya mah”
Malam ini nafsu makanku tidak seperti biasa, terpaksa aku berbohong pada mamah, karena memang aku tidak berniat sama sekali untuk makan, bahkan bukan hanya nafsu makanku yang hilang, nafsu belajarku pun hilang.
Aku segera bergegas ke kamar mandi untuk menggosok gigi, dan setelah selasai langsung saja aku beranjak menuju tempat tidurku, dan segera aku tertidur, pulas.
Pagi ini matahari terasa begitu cerah, tidak seperti biasa saat aku bangun tidur matahari masih tidak secerah ini. Hari ini juga tidak seperti biasanya, hari ini aku tidak dibangunkan oleh suara alarm yang sudah kupasang malam tadi. Aneh rasanya.
Aku melihat jam weker yang baru kemarin sore papa beli untukku. Dan jam weker itu seharusnya yang membangunkanku pagi ini.
“Huuaaaaa, sudah jam 6″ teriakku saat melihat jarum jam menunjukkan pukul 06.00. Aku segera beranjak dengan terburu-buru menuju kamar mandi, dan setelah selesai aku langsung bersiap-siap.
“Sudah selesai” gumamku. Aku langsung berlari menuju lantai bawah dan menghampiri mamah yang sedang ada di meja makan.
“Mah, papah mana?” tanyaku pada mamah.
“Papa sudah berangkat” Jawab mamah.
“Loh kok gak nungguin Ayunda sih, nah terus mamah kenapa gak bangunin Ayunda”
“Papah sudah telat, mamah udah bangunin kamu beberapa kali tapi kamunya gak bangun-bangun, mamah kira kamu lagi gak enak badan, makanya mamah gak bangunin lagi”
“Ya sudah, Ayunda pergi sekolah ya, Ayunda sudah terlambat” Aku berpamitan pada mamah sambil berlari.
“Kamu berangkat pake apa?” tanya mamah, berteriak.
“Angkutan umum mungkin” jawabku.
“Mana sih, kok gak ada” gumamku, sambil terus melirik kesana kemari, berharap ada angkutan umum yang berhenti tepat di depanku, sesekali kulihat jam tanganku, untuk memastikan bahwa masih ada waktu untuk tidak terlambat.
Di saat kondisi seperti ini tiba-tiba motor ninja berwarna biru muda berhenti di depanku, sesosok pria tinggi berkulit putih dan memakai jaket biru tua melepas helmnya dari kepalanya, dan setelah terlepas helm dari kepalanya, dia menatapku aku balas menatapnya, mataku membelalak lebar, mulutku agak terbuka sedikit dan jantungku seperti berdetak lebih kencang, tidak percaya akan hal ini. Sosok yang saat ini berdiri di depanku adalah Yuda. “Yuda” batinku.
“Mau ikut denganku” Ajak Yuda padaku. Kali ini aku lebih tidak percaya lagi, Yuda yang selalu cuek padaku, kini dia menawarkan tumpangan gratis untukku. Aku tidak menjawab, posisiku masih seperti semula dengan mata membelalak, mulut agak terbuka, dan detak jantung yang semakin kencang, senang sekaligus tidak percaya.
“Hey, kenapa melamun” Yuda melempar senyumnya yang manis padaku.
“I.. iya” Aku menjawab dengan gugup.
“ya sudah ayo, nanti kita terlambat”
Aku segera menaiki motor Yuda, Yuda melajukan motornya, lumayan kencang.
Dan setelah cukup lama kami pun sampai di sekolah dengan tepat waktu.
“Terimakasih ya” Ucapku pada Yuda yang sedang mengunci stang motornya.
“Ya sama-sama” Dia kembali tersenyum padaku, dan itu membuat jantungku kembali berdetak dengan kencang.
Aku dan Yuda berjalan berdua menuju kelas, aku masih tidak percaya akan hal yang sedang terjadi padaku saat ini.
Aku terus memandang lekuk-lekuk wajahnya, tampan, aku semakin terpesona, dia berbeda dari hari-hari sebelumnya. Hari ini lebih banyak tersenyum, tidak bersikap dingin seperti hari-hari sebelumnya.
“Emang kalau sekolah tidak pernah di antar” Tanya Yuda sambil menoleh ke arahku.
“em.. e.. su.. suka.. suka”
“Lalu kenapa tadi tidak di antar, untung saja tidak terlambat”
“papahku sudah pergi duluan, sedangkan supirku sedang pulang kampung, tadi juga bangun kesiangan” Aku sedikit menarik nafas.
“oh gitu”
“i.. iya…”
Kringggg…
Bel tanda masuk berbunyi, aku dan Yuda segera masuk ke dalam kelas.
Naina dan Safira yang sedang asik mengobrol di bangkuku, menghentikan pembicaraannya, mereka berdua memandang aku dan Yuda, pandangan tidak percaya yang tergambar jelas di wajah kedua sahabatku itu, lalu aku menghampiri mereka berdua, dan Yuda duduk di bangkunya menghampiri teman-temanya.
“Kamu berangkat bareng Yuda” Tanya Naina, aku mengangguk sambil tersenyum.
“Serius” Tanya safira, tidak percaya. Dan lagi-lagi aku mengangguk.
“Kok bisa, jelasin” Safira meminta penjelasan.
“Nanti aku jelasin, waktu istirahat, tuh lihat miss Anila sudah datang, entar aku jelasin, oke” Aku tersenyum pada kedua sahabatku.
“Oke” jawab mereka bersamaan. Aku segera duduk di bangku miliku dan miss Anila guru bahasa inggris segera memulai pelajaran.
Saat miss Anila menjelaskan materi di depan kelas, aku sama sekali tidak memperhatikannya, pandanganku hanya tertuju pada Yuda, entah kenapa baru kemarin dia membuat hatiku menjadi sakit namun hari ini dia malah membuat hatiku serasa berbunga-bunga.
Tak terasa jam pelajaran pertama dan kedua sudah selesai, kali ini giliran bu Rida guru matematika yang masuk dan menjelaskan materi di depan kelas, hingga akhirnya setelah 1 jam pelajaran matematika bel istirahat pun berbunyi.
Saat ini di kelas hanya ada aku, Naina, safira, Alona, Zia, Yuda, Dafa, dan Alvin, anak-anak yang lain sudah keluar kelas untuk mengisi perutnya ke kantin. Aku sedang merapihkan buku milikku di atas meja dan di dalam tas, begitu pula halnya dengan teman-temanku yang masih di dalam kelas, tapi tidak dengan Naina, dia sudah tidak sabar menungguku.
“Ayunda, ayo cepat, aku sudah tidak sabar buat dengerin cerita kamu” Naina menarik lenganku, cukup kuat dan itu membuatku hampir terjatuh.
“Naina, sebentar” jawabku seraya menyimpan tas ke atas bangku.
Aku dan kedua sahabatku berjalan menuju kantin, untuk mengisi perut dan juga menceritkan hal baru saja terjadi tadi pagi, setelah sampai di kantin aku segera memesan makanan dan minuman untuk kami bertiga, dan mencari tempat untuk kami duduki.
“gimana ceritanya” Safira menopangkan kedua lengannya di atas meja, bersiap-siap untuk mendengarkan ceritaku.
Aku menceritakan hal yang tadi pagi terjadi, kedua sahabatku tersenyum mendengarkan ceritaku.
“Oh jadi begitu” Ucap Naina ber-oh saat sudah selesai mendengarkan ceritaku.
“Jadi kemarin galau, sekarang happy dong” Safira tersenyum, sambil mengangkat-angkatkan kedua alisnya.
“Ya gitulah” Jawabku singkat.
“Pesanannya datang” Ucap Naina dan segera menyambar piring berisi nasi goreng kesukaannya.
“Eh.. eh bu” Naina memanggil ibu kantin yang mengantarkan pesanan kami bertiga. Ibu kantin itu menoleh ke arah Naina.
“Iya ada apa, apa ada yang mau di pesan lagi” Tanya ibu kantin pada Naina.
“Tidak bu, saya cuma mau bilang, nanti yang bayar pesanan kita ini, biar Ayunda aja ya bu” Jelas Naina sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arahku.
“Oh iya” Jawab ibu kantin lalu kemudian berlalu pergi.
“Kok aku sih” Tanyaku bingung.
“kamu kan hari ini sedang bahagia, jadi harus bagi-bagi kebahagian dong sama kita Ay” Ucap Safira.
“Baiklah kalau gitu”
“Nah gitu dong”
“Ayunda, sorry yah, hari ini aku harus ke rumah nenekku, jadi kamu gak bisa ikut bersamaku”
“Tidak apa-apa Safira”
“Ya sudah kalau gitu, aku pulang duluan ya, aku sudah di jemput” Pamit Safira padaku dan Naina.
“Ya, hati-hati” Jawab aku dan Naina, bersamaan. Safira segera berlari menuju gerbang sekolah, karena dia sedang terburu-buru.
“Lalu kamu pulang sama siapa Ay” Tanya Naina.
“Entahlah” Jawabku singkat.
“Terpaksa harus naik angkutan umum Ay”
“Tidak harus, Ayunda akan pulang bersamaku” ucap Yuda tiba-tiba, menghampiri aku dan Naina.
“Yu.. Yuda” Aku gugup, seperti biasa jantungku berdetak kencang, lagi-lagi dia ada di saat kondisi seperti ini.
“Oh jadi kamu mau pulang sama Yuda ya Ay, ya sudah aku duluan ya” Naina segera meninggalkan aku dan Yuda, Naina tersenyum dan melambaikan tangannya padaku.
“Ayo, kita pulang” Ajak Yuda.
“em… iya”
Aku dan Yuda berjalan menuju tempat parkir dan setelah sampai kami berdua langsung menuju motor Biru muda milik Yuda, Kami manaiki motor dan Yuda langsung melajukan motornya.
“Rumahmu di mana Ay” Tanya Yuda agak berteriak agar terdengar olehku.
“Di kompleks bukit indah, yang waktu tadi pagi aku lagi nunggu angkutan di depan rumah, itu rumahku” Jawabku, sama-sama agak berteriak.
“Oh, jadi itu rumah kamu”
“Iya”
“Sudah sampai” Ucap Yuda, aku segera turun dari motor Yuda.
“Makasih ya sudah mau anterin aku” Aku sedikit menghela nafas, menahan rasa gugup yang sekarang sedang aku alami.
“Iya, ya sudah aku pulang ya”
“Eh tunggu, rumahmu dimana” Aku memberanikan bertanya pada Yuda.
“Tidak jauh dari sini”
“Jadi kamu tinggal di kompleks Bukit Indah juga”
“Ya, ya sudah sampai jumpa besok yah” Yuda menstater motornya dan segera melajukan kembali motornya. Aku terus memandangi Yuda yang terus menjauh hingga akhinya tidak terlihat.
Aku masih belum percaya akan kejadian hari ini, dan aku semakin tidak percaya bahwa rumahku dan rumah Yuda sebenarnya satu kompleks. Hari ini memang menyenangkan, hari yang sunggung sangat-sangat menyenangkan.
“Apakah ini mimpi” Batinku.
Cerpen Karangan: T. Khairatuzzifa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kak Ros

Kematian Gumortap